Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Cerita Penyelam Pencarian Sriwijaya Air SJ-182, Temukan SIM Hingga Korban

Ilustrasi Menyelam Sumber (Kompas.com)

Simon Boyke Sinaga (42) merupakan salah satu dari dua anggota Persatuan Olahraga Selam Seluruh Indonesia (POSSI) yang bertugas mencari serpihan pesawat atau jasad korban  pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh pada Sabtu (9/1/2021).


Dikutip dari Kompas.com, Selasa (12/1/2021), semenjak bermalam di atas Kapal Negara (KN) SAR Wisnu, Simon melakukan penyelaman pertamanya pada Senin (11/1/2021) sekitar pukul 10.00 WIB.

Dari kapal tersebut, terdapat sekitar 10 tim penyelam yang terjun ke laut untuk pencarian dan evakuasi pesawat Sriwijaya Air SJ-182 yang jatuh setelah 4 menit lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta, Cengkareng, Tangerang tersebut.

Dalam pencarian pertamanya, tim Simon rupanya menemukan sejumlah bagian badan pesawat dan semacam tas ransel yang berisi kartu kredit serta surat izin mengemudi atau (SIM).

Identitas pada SIM yang ditemukan tersebut merujuk pada seorang perempuan asal Pontianak, Kalimantan Barat, kota tujuan pesawat nahas tersebut itu.


Upaya pencarian tim Simon kembali membuahkan hasil pada penyelaman keduanya yang dilakukan pukul 14.00.


Saat itu, tim Simon menemukan bagian pesawat berupa potongan jok penumpang serta sejumlah bagian tubuh manusia yang diduga sebagai korban, Sriwijaya Air SJ 182.

Namun, mereka mendapat kesulitan untuk mengangkat bagian-bagian tubuh yang ditemukan tersebut.

"Begitu Dimasukkan ke kantong jenazah, langsung hancur lebur,” kata Simon.


Simon yang merupakan aparatur sipil negara di Kementerian Kelautan dan Perikanan ini mengatakan, timnya menyelam di Perairan Pulau Lancang, Kepulauan Seribu, yang berkedalaman 17-20 meter.

Saat menyelam, jarak pandang yang terbatas menjadi salah satu kendala mengingat dasar laut yang berlumpur.

Pada penyelaman pertama, jarak pandang Simon dan kawan-kawan hanya sekitar 4-5 meter. Sedangkan penyelaman kedua hanya 1 meter.


Kondisi itu diperparah dengan langit yang mendung.

"Setiap ambil bagian pesawat atau bagian tubuh manusia di dasar laut, lumpur tersibak dan berhamburan," kata dia.

Tidak hanya soal jarak pandang dan kondisi bagian tubuh korban yang ditemukanpun mudah hancur, risiko lainnya yang harus dihadapi para penyelam adalah dekompresi.

Dekompresi adalah masalah yang timbul akibat tekanan tinggi di kedalaman laut. Penyakit yang bisa muncul, antara lain, kelumpuhan.

Hal itu pernah terjadi pada Syahrul (48) alias Anto, sukarelawan Indonesia Diving Rescue Team (IDRT) yang membantu SAR jatuhnya pesawat Lion Air pada 2018 lalu.

Meskipun memiliki tantangan yang berat, namun Koordinator Posko POSSI untuk SAR Sriwijaya Air Sj 182 Budi Cahyono (49) meyakini rekan-rekannya paham dan bisa menjaga diri dari bahaya dekompresi.

Terlebih mereka juga sudah mendapatkan sertifikat instruktur yang untuk mendapatkannya melalui proses panjang.

Antara lain, tingkat pertama disebut A1, yakni level open water scuba diving, berlanjut ke A2 (advanced scuba diving), A3 (rescue scuba diving), A4 (master scuba diving), baru masuk ke level B1 (instruktur).

Namun, meskipun berisiko tinggi, tetapi hobi yang selama ini dicintai Simon maupun Budi dapat menjadi pahala tersendiri.


Salah satunya dengan melakukan misi kemanusiaan kecelakaan pesawat seperti saat ini.


Sumber: Kompas.com

Post a Comment for "Cerita Penyelam Pencarian Sriwijaya Air SJ-182, Temukan SIM Hingga Korban"